Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 14 September 2009

Garam dan Telaga

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan raut muka yang ruwet. Tamu itu memang tampak seperti orang yang tidak bahagia.

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam kedalam gelas tersebut, lalu diaduknya perlahan. “Cobalah minum ini, dan katakana bagaimana rasanya…”, ujar Pak Tua itu.


”Pahit...pahit sekali...”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.


Pak Tua itu sedikit tersenyum, lalu ia mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga didalam hutang dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.


Lalu Pak Tua itu kembali menaburkan segenggam garam kedalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan terciptalah riak air, mengusik ketenangan telaga tersebut. ”Cobalah ambir dan minum air telaga tersebut.” Saat tamu itu selesai minum air itu, Pak Tua berkata lagi, ”Bagaimana rasanya ?”


”Segar...” sahut tamunya.


”Apakah kamu tidak merasakan garam didalam air itu?” tanya Pak Tua lagi


”Tidak” jawab si anak muda.


Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Lalu ia mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh disamping telaga itu. ”Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlahnya dan rasanya itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.”


”Tapi, kepahitan yang kita rasakan akan tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkan dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”


Pak Tua itu kembali memberikan nasehatnya, ”Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar