Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kamis, 08 Oktober 2009

Kekuatan Sebuah Tekad : Mukjizat Diantara Runtuhan Gempa Bumi di Padang‏

Kutipan dari: Kompas.com


Sejak awal Ratna Kurnia Sari (18) sudah bertekad untuk hidup. Meski dia sangat sadar bahwa kematian sudah sangat dekat dengan dirinya. Namun Sari bertekad menyenangkan kedua orangtuanya, karena itu itu dia tidak mau mati.

"Bahkan saya tidak pernah tidur. Saya takut kalau saya tertidur saya akan mati. Karena saya saat itu sudah merasa ada yang akan membawa. Makanya saya berusaha untuk terus terjaga," ujar Sari yang ditemui di Ruang Perawatan 1B Rumah Sakit Tentara Reksodiwiryo, Jalan Proklamasi, Jumat (2/10).

Sari bisa dibilang mendapatkan keajaiban. Dia menjadi satu korban selamat dari reruntuhan bangunan Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Prayoga di Jalan Veteran, Padang. Selain dia, dosennya bernama Suci Revika Wulan Sari (25) juga selamat. Namun Sari berhasil dikeluarkan lebih dulu dari balik reruntuhan.

Sari berhasil dievakuasi petugas penyelamat sekitar pukul 11.30 WIB. Bersama Suci dan empat rekan satu kuliahnya, Sari terjebak di bawah tangga menuju ke lantai tiga Kampus STBA Prayoga. Sebelumnya, Sari yang tercatat sebagai mahasiswa Semester 3 Jurusan Sastra Inggris, sedang mengikuti perkuliahan Listening 3, di ruang kelas yang berada di Lantai III.

Ketika gempa mengguncang, satu kelas yang berisi 25 orang mahasiswa plus Suci yang menjadi dosen, langsung berhamburan menuju tangga turun. Sari sendiri bersama Suci dan empat rekannya, merupakan kelompok yang terakhir turun. Setibanya di lantai dua, tiba-tiba tangga beton yang barusan mereka lewati ambruk menimpa mereka.

"Waktu itu semuanya panik. Saya juga panik dan ingin cepat turun. Tapi karena semua berebut ingin duluan, kami akhirnya jadi kelompok yang terakhir turun," ujarnya menceritakan kembali situasi yang dialami saat gempa berlangsung.

Reruntuhan tangga beton itu langsung membuat mereka luka berat. Listrikpun tiba-tiba mati, sehingga ruangan menjadi gelap gulita. "Waktu itu saya tidak tahu apa teman-teman saya masih hidup atau tidak, karena gelap. Hanya saya bisa mendengar suara Ibu Suci merintih kesakitan ada di dekat saya," ujarnya.

Beton-beton itu menghimpit keras, karena mendapat tekanan berat dari lantai empat yang juga ikut runtuh. Sari sendiri merasakan kakinya terhimpit benda berat di bagian lutut ke bawah, sehingga tidak bisa digerakkan. Sedangkan di bagian pahanya, dia merasakan ada satu tubuh temannya yang terbaring tak bergerak.

"Saat itu saya tidak merasakan sakit. Yang ada hanya cemas dan rasa takut mati. Saat itu pula saya langsung bertekad tidak boleh mati. Saya harus hidup," tuturnya.

Sari berada di balik reruntuhan selama lebih kurang 42 jam. Selama itu pula, dia menguatkan diri untuk tetap hidup meski tidak ada makan dan minum. Sari mengaku tidak pernah putus harapan. Dia yakin akan ada tim penyelamat yang datang mengevakuasi mereka. Inilah yang membuatnya cukup berbesar hati dan yakin tidak akan mati.

"Rabu tengah malam itu saya mulai yakin kalau teman-teman saya yang lain meninggal, karena mereka tidak lagi ada yang bersuara, bahkan tidak lagi ada yang bergerak. Termasuk sosok yang terbaring di atas paha saya, tidak bergerak lagi dan terasa dingin. Hanya Ibu Suci yang kadang-kadang masih saya dengar ada gerakannya sedikit-sedikit, berarti Ibu Suci masih hidup," katanya.

Meski tidak ada makan dan minum, namun harapan Sari untuk hidup menjadi makin besar, ketika dia mendengar suara ketukan-ketukan pada reruntuhan bangunan yang menimpa mereka. Sari sadar bahwa ketukan itu berasal dari tim penyelamat yang berusaha menggali reruntuhan. Karena itu pula, dia berusaha untuk tetap menjaga matanya agar tidak tertidur.

"Sebenarnya saat itu saya ingin sekali tidur. Rasanya akan sangat nyaman kalau tertidur. Tapi saya tahu saya akan mati kalau sampai tertidur. Makanya saya juga selalu mengingatkan Ibu Suci agar tidak tertidur. Saya selalu bilang 'Bu, jangan tidur' atau dia saya panggil-panggil terus dalam jangka waktu tertentu supaya jangan sampai tertidur. Saya ingin selamat, dan saya juga tidak ingin Ibu Suci yang saya tahu masih hidup akhirnya mati seperti teman-teman saya," tuturnya.

Sari mengaku tidak pernah kehilangan semangat untuk tetap bertahan hidup, karena dia sadar tim penyelamat akan bekerja ekstra keras untuk mengeluarkan mereka dari balik reruntuhan. Dan harapan itu akhirnya menjadi kenyataan, ketika Jumat (2/10) pagi, sebuah lubang menganga di bagian atasnya yang dibuat tim penyelamat. Meski belum bisa dikeluarkan dari balik reruntuhan karena beton yang menghimpitnya sangat berat dan besar, namun sudah ada anggota TNI yang mengevakuasi yang bisa berkomunikasi dengannya melalui lubang tersebut.

"Waktu saya melihat cahaya masuk tanda ada lubang yang terbuka, saya langsung coba teriak minta tolong walau sudah tidak kuat lagi untuk berteriak. Tapi ternyata suara saya terdengar, karena saya kemudian mendengar ada orang yang berteriak 'ada yang masih hidup' di atas lubang," kenangnya.

Ketika lubang diperbesar, akhirnya tim penyelamat bisa berkomunikasi dengannya, walau belum bisa dikeluarkan dari balik himpitan semen beton. Seorang petugas penyelamat langsung menanyakan namanya. Setelah menyebutkan nama, Sari pun langsung minta air minum dan roti.

"Saya lapar dan haus sekali. Makanya begitu ada yang menemukan saya, langsung saja minta air sama roti," ujar Sari dengan wajah ceria, sambil terbaring di ranjang rumah sakit.

Setelah mengetahui indentitasnya, tim evakuasi langsung mengumumkan kepada warga yang berkerumun, dan meminta keluarganya datang ke lubang untuk berkomunikasi dengan Sari, orangtua laki-laki Sari langsung maju dan mendekati lubang. Saat itu, Sari kembali mengajukan permintaan roti dan air minum.

"Rasanya saya benar-benar dapat mukjizat karena ternyata Sari masih hidup di balik reruntuhan itu. Saya langsung minta keluarga yang lain mencarikan roti dan air minum. Karena Sari minta saya untuk tidak jauh-jauh darinya," ujar ayah Sari, Sofyan Virgo (62) yang ditemui saat menemani anaknya di RST Reksowidiryo Padang, Jumat (2/10) sore kemarin.

Sofyan yang tinggal di Jalan Kampung Nias III Nomor 4 C ini mengaku, sebenarnya saat itu dia sudah tidak berharap banyak anaknya itu akan selamat, mengingat reruntuhan bangunan yang kehancurannya begitu parah. "Saya sebenarnya sudah pasrah dan tidak berharap banyak. Lihat saja, bangunan empat lantai jadi satu, dan anak saya ada di dalamnya. Makanya ini benar-benar mukjizat," tuturnya dengan wajah berbinar bahagia.

Sementara Kiki (54), tante Sari yang juga ikut menemani di rumah sakit, menyebut Sari merupakan anak yang kuat dan selalu ceria. "Lihat saja, walau baru saja berhasil dievakuasi, ternyata dia masih tetap ceria, masih tetap cerewet dan banyak cerita," ujarnya tersenyum.

Bahkan Sari tetap ceria, ketika dokter yang merawatnya menyarankan untuk mengamputasi kaki kanannya yang cedera berat akibat terhimpit beton dalam waktu cukup lama. Kaki kananya di bagian betis terlihat sedikit menciut, dan belum bisa digerakkan.

Menurut Sofyan menirukan penuturan dokter yang merawat, darah di kaki Sari sudah membeku karena terlalu lama terhimpit, sehingga bisa mengakibatkan kondisi yang lebih buruk. Namun dokter juga mengatakan, opsi amputasi bisa dihindari jika keluarganya bisa mendapatkan obat pengencer darah, sehingga darah beku yang ada di kakinya bisa mencair dan darah kembali mengalir normal.

"Tidak mungkin dia diamputasi, apalagi dia anak perempuan. Bahkan kata dokter, bisa saja kedua kakinya yang diamputasi karena kondisi kedua kakinya tidak jauh berbeda. Makanya sekarang kami sedang berusaha mencari obat pengencer darah itu," ujar Sofyan.

Sari memang bisa dibilang sangat beruntung. Karena sampai sekitar pukul 18.00 WIB kemarin, Suci, dosennya yang sama-sama terkubur di balik reruntuhan baru bisa dikeluarkan dari balik reruntuhan, sama dengan Sari, Suci juga dilarikan ke RS Tentara Padang.

Hanya saja, petugas penyelamat berusaha menguatkan hatinya, dengan terus mengajaknya berkomunikasi. Bahkan anggota TNI sengaja membawa radio komunikasi (HT) ke balik reruntuhan, agar Suci bisa berkomunikasi dengan orangtua dan suaminya yang selalu setia menunggu di luar. Tim penyelamat sendiri memang memprioritaskan mengeluarkan Suci yang masih hidup, agar bisa segera mendapatkan perawatan medis. (Tribun Pekanbaru/nanang/hengki)


Selasa, 22 September 2009

Menjadi Majikan Bagi Diri Sendiri


Ada mitos yang beredar terutama di negera berkembang, tak terkecuali Indonesia : “Miskin dan kaya adalah nasib”. Kita sering mendengar bahkan mungkin termasuk di antara kita pernah berucap “miskin sudah merupakn nasib kita. Bagaimanapun kita bekerja keras, tidak mungkin berubah, karena itu sudah suratan takdir. Jelas saja dia bisa berprestasi, uangnya banyak sih. Sebaliknya, kalau nasib kita sudah ditentukan kaya dari “sono”nya, maka usaha apapun, bahkan kerja “se-enaknya” bisa menjadikan kita sukses dan kaya”.

Mitos ini, sadar atau tidak, sudah diterima secara dogmatis di dalam masyarakat kita. Ditambah dengan mitos-mitos modern yang destruktif, seperti: bila kita miskin, pasti kita berpendidikan rendah (hanya lulusan SMA/SMP/bahkan SD), maka spontan yang timbul di benak kita, kita sulit maju, sulit sukses dan kaya. Dengan persepsi seperti ini, jelas kita telah terkena penyakit mitos yang menyesatkan. Hal ini akan mempengaruhi sikap mental dalam praktek di kehidupan nyata, sehingga menghasilkan kualitas hidup “ala kadarnya” atau sekedar hidup.


Jika mitos ini dimiliki oleh mayoritas masyarakat kita, bagaimana mungkin kita bisa mengentaskan kemiskinan untuk mewujudkan cita-cita bangsa: masyarakat adil – makmur dan sejahtera. Kemiskinan seringkali merupakan penyakit dari pikiran dan hasil dari ketidaktahuan kita tentang prinsip hukum kesuksesan yang berlaku. Bila kita mampu berpikir bahwa kita bisa sukses dan mau belajar, serta menjalankan prinsip kesuksesan, mau membina karakteristik positif yaitu punya tujuann hidup yang jelas, mau kerja keras, ulet, siap belajar dan berjuang, maka akan terbuka kemungkinan atau aktivitas produktif yang merubah nasib gagal menjadi sukses. Miskin menjadi kaya ! Seperti pepatah dalam bahasa inggris, “Character is Destiny” / Karakter adalah Nasib.


Tidak perduli bagaimana Anda hari ini, dari keturunan siapa, berwarna kulit apa atau latar belakang pendidikan Anda. Ingat, Anda punya hak untuk sukses! Seperti kata mutiara yang ditulis oleh Andrie Wongso “Kesuksesan bukan milik orang – orang tertentu. Sukses adalah milik Anda, milik saya dan milik siapa saja yang benar-benar menyadari, menginginkan dan memperjuangkan dengan sepenuh hati.”


Setiap orang mempunyai kesempatan untuk berhasil, dan yang menbedakan siapa yang berhasil dan siapa yang gagal bukanlah keadaan mereka ketika berada di garis START.


Penentu utama keberhasilan adalah kerjas keras, kegigihan dan kemampuan untuk terus bangkit ketika berkali-kali mengalami kejatuhan. Sesungguhnya tidak ada manusia yang tidak pernah gagal. Tetapi sering kali kita memilih jalan yang mudah dan pintas untuk sampai ke tujuan. Saya ingin berbagi sebuah cerita mengenai kisah yang dialami oleh sebuah keluarga burung.


Seekor induk burung menetaskan beberapa telur menjadi anak burung yang kecil indah dan sehat. Si induk pun sangat bahagia dan merawat mereka semua dengan penuh kasih saying. Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Burung-burung kecil ini pun mulai dapat bergerak lincah. Mereka pun mulai belajar mengepakkan sayap, mencari-cari makanan untuk kemudian mematuknya. Dari beberapa anak burung ini, tampak seekor burung kecil yang berbeda dengan saudara lainnya. Ia tampak pendiam dan tidak selincah saudara-saudaranya. Ketika saudaranya belajar terbang, ia memilih diam di sarang daripada lelah dan jatuh. Ketika saudaranya berkejaran mencari makan, ia memilih diam dan menantikan belas kasihan saudaranya. Demikian hal ini terjadi seterusnya.


Sang induk mulai menjadi tua dan tidak sanggup lagi berjuang untuk menghidupi anak-anaknya, si anak burung mulai merasa sedih. Seringkali ia melihat dari bawah, saudara-saudaranya terbang tinggi di langit. Ketika saudara-saudaranya dengan lincah berpindah dari dahan ke dahan yang lain di pohon yang tinggi, ia harus puas hanya berada di satu dahan yang rendah. Ia pun merasa sangat sedih.


Dalam kesedihannya, ia menemui induknya yang sudah tua dan berkata “ibu, saya merasa sangat sedih, mengapa aku tidak bisa terbang setinggi saudara-saudara yang lain, mengapa saya tidak bisa melompat-lompat di dahan tinggi, aku hanya bisa berdiam didahan yang rendah?”


Si induk pun merasa sedih dan dengan air mata ia berkata, “anakku, engkat dilahirkan dengan sayap yang sempurna seperti saudaramu, tetapi engkau memilih merangkak menjalani hidup ini sehingga sayapmu menjadi kerdil.”


Hidup adalah kumpulan dari setiap pilihan yang kita buat. Pilihan yang kita ambil hari ini menentukan bagaimana hidup kita di masa depan. Kita memiliki kebebasan memilih, tetapi setelah itu kita akan dikendalikan oleh pilihan kita. Jadi berpikirlah sebelum berbuat, sadari setiap konsekuensi dari pilihan yang kita buat.


Mari kita bangun karakter dan mental sukses karena kita adalah penentu masa depan kita sendiri !!


Majikan bagi nasib kita sendiri !!

Minggu, 20 September 2009

Kebiasaan

Suatu hari, dipasar Wonokromo Surabaya, terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan sebagian besar bangunan pasar, mulai dari ruko hingga kios-kios pasar. Ketika semua pedagang mulai dievakuasi, tinggallah seorang ibu dengan bayinya di lantai satu sebuah ruko. Padahal lantai dasar bangunan tersebut sedang dilalap api dan sulit ditembus oleh tim pemadam kebakaran.

Sambil berdiri di pinggir teras pintu lantai satu rukonya, ibu itu berteriak sambil menggendong bayinya. Dengan begitu, dia berharap akan ada yang membantunya untuk menyelamat diri dan bayinya. Kepala tim pemadam yang datang bersama regunya meminta agar ibu bersama bayi turun dengan tangga darurat yang tersedia di mobil dinas kebakaran tersebut. Sayang, sang ibu tidak bersedia. Lalu tim memasang jaring yang kuat agar si ibu melompat saja bersama bayinya. Tawaran itupun disambut dengan gelengan kepala. Alternatif terakhir adalah tim meminta si ibu menurunkan bayinya dengan alat khusus. Usulan ini pun tetap tidak disetujui oleh ibu yang bersangkutan.

Drama penyelamatan ini tak pelak telah menyedot perhatian yang sangat luas dari masyarakat sekitar. Bahkan, beberapa kamera stasiun televisi sibuk merekam peristiwa yang terjadi. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan adalah dengan meminta mereka terjun dengan pengamanan khusus atau bayinya terlebih dahulu yang diselematkan.

Ketika tim sibuk memikirkan caranya, lewatlah Oliver Khan, kiper tim nasional Jerman yang ternyata sedang berkunjung ke Surabaya. Melihat Oliver Khan lewat, sang ibu berteriak dengan keras, “Hello Oliver Khan….how are you ?”

Khan pun terhenti sejenak melihat apa yang sedang terjadi. Ternyata ibu ini adalah seorang maniak bola dan mengidolakan Oliver Khan. Melihat kondisi tersebut, kepala tim kebakaran spontan menemukan ide. Ia meminta si ibu agar melemparkan bayinya kepada Oliver Khan, nanti baru menyelamatkan si ibu. Mendengar tawaran tersebut, si ibu langsung setuju. Logikanya, Oliver Khan adalah kiper kelas dunia. Bola yang bulat saja bisa ditangkap, apalagi bayi.

Setelah menjelaskan apa yang terjadi, Oliver Khan pun setuju untuk menolong ibu tersebut. Lalu ia memakai sarung tangannya. Setelah diberi aba-aba, si ibu pun dengan kepercayaan diri yang tinggi melemparkan bayinya kepada Oliver Khan. Begitu bayi dilempar, Oliver Khan langsung menangkapnya dengan gaya persis ketika ia menangkap bola. Alhasil, bayi itu berhasil diselamatkan. Begitu bayi berhasil diselamatkan, sorak sorai dan tepuk tangan seluruh masyarakat yang menonton menggemuruh. Mendapat sambutan yang luar biasa, seketika itu juga Oliver Khan berlari dengan bayi yang ada ditangannya. Lalu……melempar kembali bayi tersebut kepada ibunya yang masih terjebak kebakaran!!!Para ahli jiwa mengatakan bahwa 90% tingkah laku kita sehari-hari diwarnai dan dipengaruhi oleh kebiasaan kita sendiri. Pada mulanya, kebiasaan kita membentuk semacam benang yang tidak kelihatan. Tetapi dengan pengulangan, benang tadi melilit menjadi tali dan kemudian menjadi tambang. Setiap kali kita mengulangi sebuah tindakan, kita menambah dan menguatkan tindakan tersebut.

John Dryden pernah bertutur “Pertama kita yang membentuk kebiasaan, selanjutnya kebiasaan lah yang akan membentuk kita.”

Sebagai contoh, kebiasaan merokok. Mula-mula kita yang membentuk kebiasaan itu, lama-lama kebiasaan itu malah mengendalikan hidup kita (bagi sebagian orang tentunya). Demikian pula halnya untuk kebiasaan yang baik. Mula-mula sulit dan cenderung menolak, namun lama kelamaan kita menikmatinya bahkan menjadi trade mark.

Hal Urban mengatakan, arti asli habit (kebiasaan) adalah garment (pakaian) atau a piece of clothing (sepotong kain). Sebagaimana pakaian, kita menggunakannya setiap hari dimana pun kita berada. Menanggalkan kebiasaan buruk tentu tidak semudah mengenakannya, sebab diperlukan usaha dan niatan yang kuat. Penemuan lain dari para ahli untuk menanggalkan kebiasaan buruk adalah dengan melakukan pengalihan kegiatan dari kebiasaan tersebut. Ketika kebiasaan tersebut mulai menggoda, maka seketika itu juga kita memilih untuk mengalihkannya kepada kegiatan lain.

Orang bijak berkata bahwa hidup ini adalah perjuangan, termasuk perjuangan melawan kebiasaan buruk. Namun yang menyedihkan adalah mereka yang terus menikmati kebiasaan buruknya hingga terbawa ke liang kubur tanpa sempat berikhtiar dan berusaha untuk meninggalkannya. Tidak ada yang tidak bisa dilakukan kalau kita berniat, disertai usaha, dan memohon kekuatan kepada Sang Kuasa untuk memilih yang terbaik.

Jangan Menilai Dari Kulitnya‏

Seorang pemuda mendatangi Zun-Nun dan bertanya, "Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat diperlukan, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain?"

Sang guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya lalu berkata, "Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi terlebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?"

Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu. "Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu."

"Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil."

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Zun-Nun dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak."

Zun-Nun sambil tetap tersenyum arif berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian."

Pemuda itu bergegas pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor, "Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar."

Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih, "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya ‘para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar' yang menilai demikian. Namun tidak bagi ‘pedagang emas'."

"Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses, wahai sobat mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas."

Jumat, 18 September 2009

Berapa Besar Bobot Sebuah Doa?

Louise Redden, seorang ibu kumuh dengan baju kumal, masuk ke dalam sebuah supermarket.

Dengan sangat terbata-bata dan dengan bahasa yang sopan ia memohon agar diperbolehkan mengutang.

Ia memberitahukan bahwa suaminya sedang sakit dan sudah seminggu tidak bekerja. Ia memiliki tujuh anak yang sangat membutuhkan makan. John Longhouse, si pemilik supermarket, mengusir dia keluar.

Sambil terus menggambarkan situasi keluarganya, si ibu terus menceritakan tentang keluarganya.

'Tolonglah, Pak, Saya janji akan segera membayar setelah aku punya uang.'

John Longhouse tetap tidak mengabulkan permohonan tersebut. 'Anda tidak mempunyai kartu kredit, anda tidak mempunyai garansi,' alasannya.

Di dekat counter pembayaran, ada seorang pelanggan lain, yang dari awal mendengarkan percakapan tadi.
Dia mendekati keduanya dan berkata : 'Saya akan bayar semua yangdiperlukan Ibu ini.'

Karena malu, si pemilik toko akhirnya mengatakan, ' Tidak perlu,Pak. Saya sendiri akan memberikannya dengan gratis.

Baiklah, apakah ibu membawa daftar belanja ?'
' Ya, Pak. Ini,' katanya sambil menunjukkan sesobek kertas kumal.'


Letakkanlah daftar belanja anda di dalam timbangan, dan saya akan memberikan gratis belanjaan anda sesuai dengan berat timbangan tersebut.'
Dengan sangat ragu-ragu dan setengah putus asa, Louise menundukkan kepala sebentar, menuliskan sesuatu pada kertas kumal tersebut, lalu dengan kepala tetap tertunduk, meletakkannya ke dalam timbangan. Mata Si pemilik toko terbelalak melihat jarum timbangan bergerak cepat ke bawah.

Ia menatap Pelanggan yang tadi menawarkan si ibu tadi sambil berucap kecil, 'Aku tidak percaya pada yang aku lihat.'

Si pelanggan baik hati itu hanya tersenyum.
Lalu, si ibu kumal tadi mengambil barang-barang yang diperlukan, dan disaksikan oleh pelanggan baik hati tadi, si Pemilik toko menaruh belanjaan tersebut pada sisi timbangan yang lain.

Jarum timbangan tidak kunjung berimbang, sehingga si ibu terus mengambil barang-barang keperluannya dan si pemilik toko terus menumpuknya pada timbangan, hingga tidak muat lagi.

Si Pemilik toko merasa sangat jengkel dan tidak dapat berbuat apa-apa.

Karena tidak tahan, Si pemilik toko diam-diam mengambil sobekan kertas daftar belanja si ibu kumal tadi.

Dan ia-pun terbelalak.
Di atas kertas kumal itu tertulis sebuah doa pendek :

' Tuhan, Engkau tahu apa yang hamba perlukan.
Hamba menyerahkan segalanya kedalam tanganMu.'

Si Pemilik Toko terdiam..
Si Ibu Louise, berterima kasih kepadanya, dan meninggalkan toko dengan belanjaan gratisnya.
Si pelanggan baik hati bahkan memberikan selembar uang 50 dollar kepadanya.
Si Pemilik Toko kemudian mengecek dan menemukan bahwa timbangan yang dipakai tersebut ternyata rusak.

Ternyata memang hanya Tuhan yang tahu bobot sebuah doa.
KEKUATAN SEBUAH DOA

Segera setelah anda membaca cerita ini, ucapkanlah sebuah doa. Hanya itu.

Stop pekerjaan anda sekarang juga dan ucapkan sebuah doa untuk dia yang telah mengirimkannya kepada anda.

Lalu, kirimkan e-mail ini kepada setiap orang atau sahabat yang anda kenal.
Biarlah jaringan ini tidak terputus, karena DOA ADALAH HADIAH TERBESAR DAN TERINDAH YANG KITA TERIMA.
Tanpa biaya, tetapi penuh daya guna.

BERAPA BESAR BOBOT SEBUAH DOA ?

Rabu, 16 September 2009

Keyakinan yang Kuat Bikin Otak Sehat

By Bogel's

Philadelphia, Keyakinan dan doa yang intensif dapat mengubah kesehatan dan kekuatan otak, memfokuskan otak pada perasaan tenang dan mengontrol rasa marah. Orang atheis yang tidak memiliki agama pun ternyata bisa meningkatkan kekuatan otaknya hanya dengan memiliki keyakinan.

Tidak ada yang memungkiri bahwa keyakinan dan doa bisa menjadi satu motivasi dan dorongan hidup. Kekuatan keyakinan itu jualah yang dipakai oleh orang-orang atheis untuk menjalani hidupnya.. Meskipun mereka mengambil jalan untuk tidak memeluk suatu agama, para ahli syaraf menemukan bahwa orang atheis ternyata melakukan hal yang sama dengan mereka yang memeluk suatu agama.

Kuncinya, menurut Andrew Newberg, dalam bukunya yang terbaru 'How God Changes Your Brain' terdapat pada konsentrasi dan efek menenangkan seperti dari meditasi dan intensitas berdoa di dalam otak.

Melalui scanner otak, diketahui bahwa kekuatan meditasi dan doa yang intens dapat mengubah kekuatan otak, menguatkan dan memfokuskan otak pada perasaan tenang, ketakutan dan mengontrol rasa marah.

"Ketika seseorang berpikir tentang sebuah pertanyaan besar dalam hidup atau memaknai sesuatu dalam hidup, fakta yang sama menurut teori seorang religius, peneliti maupun psikolog adalah otak akan terus berkembang," ujar Newberg dari Center for Spirituality and the Mind di University of Pennsylvania, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (18/8/2009).

Studi terhadap peran otak dalam kehidupan beragama yang dilakukan oleh para neurotolog dari University of Pennsylvania's Hospital tersebut hanya ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam otak para penganut kepercayaan ketika mereka merenung dan berdoa kepada Tuhannya.

Ilmu pengetahuan dan kepercayaan agama seringkali berbenturan, namun dengan adanya penelitian ini keduanya bisa saling bersatu. "Kedua unsur ini adalah bagian terpenting yang mengatur hidup seseorang, mengapa tidak dicoba saja digabungkan," ujar Newberg.

Newberg pun menyimpulkan satu hal dari studinya. "Jika Anda melihat otak seorang yang rajin berdoa, Anda akan menemukan sebuah ruang khusus yang biasa digunakannya untuk berdoa pada Tuhan. Hal ini menandakan bahwa otak adalah tempat terjadinya fenomena spriritual," jelas Newberg.

Seseorang yang jarang berdoa hanya akan memiliki ruang yang kecil dalam otaknya karena tidak digunakan secara intensif. Artinya, seorang yang beragama pun tapi jika tidak percaya pada keyakinannya hanya akan memiliki ruang yang kecil pada otaknya.

Sebaliknya, orang atheis dapat memiliki ruang di otaknya meskipun mereka tidak memeluk suatu agama tapi berkeyakinan pada satu hal dan termotivasi dengan keyakinannya itu.

Dalam bukunya, Newberg menggambarkan bahwa di dalam otak terdapat 'God Circuit' atau sirkuit Tuhan yang mempengaruhi keyakinan seseorang, dan akan terus berkembang jika terus digunakan dan dilatih, contohnya melalui meditasi dan doa.

Meditasi dan berdoa akan mengaktifkan otak bagian depan, yang menciptakan dan menggabungkan semua pikiran tentang Tuhan, termasuk area otak yang mengatur pemikiran-pemikiran logis. Dengan melakukan meditasi atau berdoa, sirkuit Tuhan dalam otak akan meningkat dan perasaan pun menjadi lebih tenang.

"Hanya dengan 10 hingga 15 menit saja melakukan meditasi atau berdoa, akan memberi efek yang positif terhadap daya kognitif, relaksasi dan kesehatan psikologi," ujar Newberg.

Senin, 14 September 2009

Jembatan

Alkisah ada dua orang kakak beradik yang hidup di sebuah desa.
Entah karena apa mereka terjebak ke dalam suatu pertengkaran serius.
Dan ini adalah kali pertama mereka bertengkar demikian hebatnya.
Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan.
Saling meminjamkan peralatan pertanian.
Dan bahu membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan.
Namun kerjasama yang akrab itu kini retak.

Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele saja.
Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar.
Dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki.
Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa.

Suatu pagi, datanglah seseorang mengetuk pintu rumah sang kakak.
Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu.
"Maaf tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan," kata pria itu dengan ramah,
"Barangkali tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan ?"

"Oh ya !" jawab sang kakak.
"Saya punya sebuah pekerjaan untukmu, Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana.
Itu adalah rumah tetanggaku, ah sebetulnya ia adalah adikku."

"Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan bulldozer lalu mengalirkan airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang memisahkan tanah kami.
Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, Tapi aku akan membalasnya lebih setimpal.
Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya.

"

Kata tukang kayu, "Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan.
Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat tuan merasa senang."
Kemudian sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu.

Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian.
Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku.
Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu.
Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya.

Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang Pertanian adiknya. Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi.

Dari seberang sana, terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar.
"Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku" kata sang adik pada kakaknya.
Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah jembatan, Saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi.
"Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu" pinta sang kakak.

"Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini," kata tukang kayu, "tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan."

TUHAN SELALU INGIN KITA BERSAMA DALAM DAMAI SEJAHTERA
TUHAN SELALU INGIN MEMPERSATUKAN HATI KITA
TUHAN SELALU INGIN KITA MENGASIHI SESAMA KITA, SAUDARA KITA.
KARENA TUHAN ADALAH SAHABAT SETIA, PENOLONG KITA.
PERCAYALAH BAHWA TUHAN SELALU INGAT PADA KITA MANUSIA

Sadarkah kita bahwa ;
Kita dilahirkan dengan dua mata di depan, karena seharusnya kita melihat yang ada di depan?

Kita lahir dengan dua telinga, satu kiri dan satu di kanan sehingga kita dapat mendengar dari dua sisi dan dua arah. Menangkap pujian maupun kritikan, dan mendengar mana yang salah dan mana yang benar.

Kita dilahirkan dengan otak tersembunyi di kepala, sehingga bagaimanapun miskinnya kita, kita tetap kaya. Karena tak seorang pun dapat mencuri isi otak kita. Yang lebih berharga dari segala permata yang ada.

Kita dilahirkan dengan dua mata, dua telinga, namun cukup dengan satu mulut. Karena mulut tadi adalah senjata yang tajam , Yang dapat melukai, memfitnah, bahkan membunuh. Lebih baik sedikit bicara, tapi banyak mendengar dan melihat.

Kita dilahirkan dengan satu hati, yang mengingatkan kita. Untuk menghargai dan memberikan cinta kasih dari dalam lubuk hati.

Belajar untuk mencintai dan menikmati untuk dicintai, tetapi Jangan pernah mengharapkan orang lain mencintai anda dengan cara dan sebanyak yang sudah anda berikan.

Berikanlah cinta tanpa mengharapkan balasan, maka anda akan menemukan bahwa hidup ini terasa menjadi lebih indah.